Home » » CARA JITU MEMBENTUK AKHLAK PESERTA DIDIK

CARA JITU MEMBENTUK AKHLAK PESERTA DIDIK

     
 Pendidikan akhlak atau yang sering disebut pendidikan karakter merupakan hal yang wajib di lakukan oleh semua manusia apalagi kaum muslimin dan muslimat baik orang tua itu sendiri maupun dikalangan para pendidik, sebagai salah satu tugas dan tanggung jawab meneruskan misi dakwah rosulullah SAW diutus ke muka bumi ini tidak lain adalah untuk membenahi akhlak ummat manusia. Senagaiman di tegaskan  dalam hadis-hadis Nabi saw,  yang paling populer adalah : "Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti      atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al-Quran. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam Al-Quran surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut dinilai sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad saw sebagai Rasul “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung (QS.Al-Qalam”[68]:4).
Dan bahwasanya akhlak mulia adalah amalan yang paling berat timbangannya kelak di hari kiamat. Bahwasanya akhlak mulia adalah amalan yang paling banyak memasukkan orang ke dalam syurga dan mampu mengangkat derajat. Akhlak yang mulia menunjukkan kesempurnaan iman seseorang.
Sebagaiman Sabda Rosulullah SAW:
Artinya : “yang paling banyak amal yang memasukan seseorang ke dalam surga ialah bakti kepada Alloh dan perangai yang baik.”(HR. Tirmidzi)
Selain itu, akhlak juga merupakan ciri-ciri kelebihan di antara manusia kerana sebagai  lambang kesempurnaan iman, ketinggian taqwa dan kealiman seseorang manusia yang berakal. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda yang bermaksud : "Orang yang sempurna imannya ialah mereka yang paling baik akhlaknya."
Maka dengan demikian, proses pembentukan sesebuah masyarakat adalah sama seperti membina sebuah bangunan. Kalau dalam pembinaan bangunan, asasnya disiapkan terlebih dahulu, begitu juga dengan membentuk masyarakat mesti dimulakan dengan pembinaan asasnya terlebih dahulu. Jika kukuh asas yang dibina maka tegaklah masyarakat itu. Jika lemah maka robohlah apa-apa sahaja yang dibina di atasnya.
Dengan demikian akhlak menjadi amat penting karena merupakan asas yang dilakukan oleh Rasulullah saw ketika memulakan pembentukan masyarakat Islam. Sheikh Mohamad Abu Zahrah dalam kitabnya Tanzim al-Islam Li al-Mujtama' menyatakan bahawa budi pekerti atau moral yang mulia adalah satu-satunya asas yang paling kuat untuk melahirkan manusia yang berhati bersih, ikhlas dalam hidup, amanah dalam tugas, cinta kepada kebaikan dan benci kepada kejahatan.

Kemudian untuk mewujudkan cita-cita memiliki generasi yang berakhlak atau bermartabat serta menjadi para peserta didik yang memiliki karakter yang baik, dalam hal ini penulis sajikan beberapa kiat jitu untuk membentuk pesrta didik yang berakhlakul karimah dianataranya:

1. Peran Orang Tua 
Yang paling utama dalam pembentukan akhlak peserta didik adalah peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya sedini mungkin, bahkan dimulai sejak sebelum nikah yaitu, dengan cara memilih calon pasangan hidup, kemudian sejak dalam kandungan sudah sering di perdengarkan kalimat-kalimat yang baik (ayat-ayat dan zikir), ketika menyusui dalam keadaan suci, sebagaimana kisah seorang ulama terkenal dari turki, Dr. Sa’id Mursi yang memiliki kecerdasan dan kealiman luar biasa sejak kecil, ternyata salah satu penyebanya adalah ketika beliau masih balita tidaklah ibunya memberikan ASI kecuali ibunya dalam keadaan berwudu (suci), selain itu orang tua hendaknya memberikan nafkah kepada keluarganya dari hasil yang halal agar mendapat keberkahan.
Peran orang tua sangat penting dalam rangka mewujudkan generasi penerus ummat yang memiliki akhlakul karimah, orang tua adalah madrosatul uula (sekolahan pertama) bagi patra dan putrinya, sebagaimana di jelaskan dalam sbuah hadits Rosulullah SAW.
Artinya: “setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasa ketuhanan dan kecendrungan kepada kebenaran). Maka kedua orang tuanya yang membentuk anak itu menjadi yahudi, Nasrani, atau majusi”. (HR. Bukhori).

2. Peran Guru
Begitu pentingnya peran guru dimana anak-anak itu bersekolah, begitu kagetnya kita saat melihat di televisi ada oknum guru yang melakukan kekerasan pada anak didiknya ditambah sistem pendidikan yang terlalu fokus pada nilai ujian ketimbang penanaman nilai akhlak. Guru yang seharusnya menjadi orang yang di gugu dan ditiru terkadang belum memahami betapa mulia tugas yang di embannya yaitu sebagai pendidik generasi.
Selama ini banyak dari para guru hanya menjalankan tugasnya sebagai pengajar bukan sebagai pendidik. Bagi mereka yang terpenting target kurikulum sudah mereka sampaikan pada anak didik tanpa memberi ruh pada setiap apa yang mereka sampaikan. 
Tampaknya pemerintah pun perlu belajar dari negeri-negeri lain seperti Jepang yang begitu menghargai profesi guru sehingga diharapkan dengan penghargaan yang layak, guru-guru negeri ini dapat termotivasi tuk lebih maksimal lagi dalam meningkatkan kualitas diri mereka sebagai pendidik.  

3. Peran Lingkungan
Pergaulan dari lingkungan di luar rumah terutama dari teman-teman yang tidak baik akan mengakibatkan Mereka menjadi pribadi yang rapuh dan labil, mudah terpengaruh dan melakukan apapun agar mendapatkan pengakuan akan eksistensi mereka. Merokok agar dibilang hebat, bergabung dengan sebuah komunitas agar dibilang gaul, berpenampilan aneh agar di bilang trendy, hingga terjerumus dalam narkoba yang dianggap dapat membuat segala masalah mereka menjadi hilang, dan pergaulan bebas untuk mencari kasih sayang yang tidak 

mereka dapatkan di rumah kemudian akhirnya berzina untuk mendapatkan kenikmatan sesaat. Naudzubillah.
Lingkungan yang buruk membentuk anak menjadi seorang yang berkarakter buruk, menyelesaikan masalah dengan kekerasan, dan dengan kekerasan mereka menganggap masalah akan selesai padahal kekerasan yang dilakukan akan menimbulkan kekerasan yang lain. Sebagai contoh adalah kasus tawuran yang  kebanyakan pemicunya adalah kekerasan yang dilakukan baik itu berupa bullying yang diterima oleh seseorang baik itu berupa ejekan, hinaan, maupun kekerasan fisik yang berujung timbulnya rasa solidaritas dari komunitas orang itu untuk melakukan pembalasan terhadap apa yang dilakukan pada teman mereka kemudian terjadilah penyerangan yang berkepanjangaan. 

4. Peran Dari dalam diri peserta didik
Yaitu dengan cara memberikan keteladanan, nasihat, pemahaman, penyadaran, rayuan dan hukuman yang bijaksana yang bersifat mendidik, serta adanya kemauan dan semangat yang kuat, motivasi tumbuh dari dalam diri peserta didik, maka mudah-mudahan akan ada perubahan sikap yang  mengarah lebih baik pada peserta didik itu sendiri seiring waktu pertumbuhan dan kedewasaan anak tersebut.
Sebagaimana di ditulis oleh  Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode perumpaan Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode targhib dan tarhib. Dalam pemberian sanksi diusahakan tidak mendahulukan sanksi bersifat fisik, kalau pun terpaksa hendaknya menghindari bagian muka dan bagian lain yang membahayakan anak didik.
Sedanghkan yang dimaksud Targhib adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan (sabar). Sedangkan tarhib adalah ancaman, intimidasi melalui hukuman yang tidak zhalim dan mendidik.
  Maka dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa metode pendidikan akhlak dapat berupa janji/pahala/hadiah dan dapat juga berupa hukuman. Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari menyatakan metode pemberian hadiah dan hukuman sangat efektif dalam mendidik akhlak terpuji. Wallaahu’alam bissowaab. (Oleh : Sangidun Hamid, S.Sos.I)

Di Postkan oleh ; Admin Ar-rahmah Bulletin

0 comments:

Post a Comment

Facebook

Popular Posts

Followers

Powered by Blogger.